Green Latern Pointer - Wait

02.12
1
preman santri

Psikologi Belajar Agama

A.       Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Belajar Agama.
Ditinjau dari segi bahasa, Psikologi Belajar Agama terdiri dari 3 suku kata, yakni Psikologi, Belajar, dan Agama.
Psikologi menurut bahasa artinya Ilmu Jiwa sedangkan menurut istilah psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior)[1]. Sedangkan pengertian belajar menurut James O whittaker yang dikutip oleh Syaiful bahri menyebutkan bahwa belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[2] Sedangkan pengertian agama adalah apa-apa yang telah ditentukan Alloh dalam kitabNya yang bijaksana dan sunnah nabi Nya yang sohih, baik berupa perintah, larangan, maupun petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.[3] Jadi kalau kita terjemahkan secara keseluruhan Psikologi Belajar Agama adalah ilmu tentang kejiwaan yang berkaitan erat dengan individu dalam hal belajar terutama tentang keagamaan.
Ruang lingkup psikologi Belajar Agama adalah sebagai berikut:
1.    Psikologi Perkembangan
2.    Psikologi Sosial
3.    Psikologi Pendidikan
4.    Psikologi kepribadian dan Tifologi
5.    Psikopatologi
6.    Psikologi Kriminal
7.    Psikologi Perusahaan.
Psikologi belajar agama tidak akan lepas dari Psikologi-psikologi yang lain, karena pada hakikatnya belajar agama, menjadi fitrah dari setiap individu yang menunjang kehidupan vertical dengan Tuhan dan Horizontal dengan sesama makhluk.

B.        Hakikat Hidup Beragama dari Segi Kejiwaan
Setiap individu pasti memiliki kecenderungan untuk bertuhan. Bahkan seorang Atheis. Seorang Atheis meyakini bahwa didunia ini tidak ada yang namanya tuhan. Maka atas dasar itulah, bahwa tuhan mereka adalah keyakinan bahwa Tuhan itu tidak ada. Jadi pada hakikatnya manusia memiliki kecenderungan untuk beragama. Aspek-aspek kejiwaan yang berkembang dalam diri seorang muslim, sebagai dampak dari agama Islam yang dianutnya, dapat dijelaskan sebagai berikut:[4]
1.      Pemahaman tentang jati diri sebagai makhluk.
2.      Pemahaman tentang tujuan Hidup.
3.      Pemahaman tentang Tugas dan Fungsi Hidup
4.      Pemahaman Bahwa hidup ini adalah ujian
5.      Pemahaman Tentang potensi Ruhaniah, dan kiar-kiat Pengelolaannya.
6.      Kesadaran Mengendalikan Diri (Self Control)
7.      Komitmen bagi Kesejahteraan Umat manusia.
8.      Ketenangan batin.

C.       Teori-Teori Belajar
Ada beberapa teori-teori dalam belajar diantaranya: teori Konektionisme, teori ini dikemukakan oleh Thorndike. Dalam teori ini ada tiga hukum belajar yang utama yakni:[5]
1.      Hukum efek: Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat antar stimulus dan respons.
2.      Hukum Latihan: Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah “ Latihan menjadi sempurna” dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons ( tanggapan) yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3.      Hukum kesiapan: memberikan respons subjek harus siap dan disiapkan.
Sedangkan menurut Clarl Hull bahwa belajar tidak akan terjadi kecuali suatu dorongan kebutuhan. Dorongan itu tidak perlu dihilangkan seluruhnya hanya dikurangi. Belajar akan maju lebih cepat dengan langkah-langkah dalam ukuran yang tidak khusus. Sedangkan menurut B.F Skiner bahwa ketiga teori diatas terletak pentingnya motivasi dalam belajar, motivasi itu penting untuk memperkuat stimulus dan respons.
Selain itu, ada beberapa teori Belajar lainnya, selain dari teori-teori diatas yakni:
a      Teori Konstruksionisme: Guru sebagai Fasilitator, murid yang menyusun dan membangun belajar mengajar.
b      Teori Behaviorisme: Teori dimana jiwa manusia bisa dilihat dari tingkah laku. Teori ini cenderung dengan manusia disamakan dengan binatang.

D.       Faktor-faktor yang mempengaruhi Jiwa Beragama
Faktor-faktor yang memengaruhi jiwa beragama terbagi dua yakni faktor Internal (fitrah, potensi beragama) dan faktor Eksternal (lingkungan).[6]
1.     Faktor Internal yang meliputi Fitrah, karena pada hakikatnya, manusia sejak lahir sudah memiliki kecenderungan BerTuhan.Hal ini tercantum dalam QS Al Araf 172, Arruum 30, QS AsSyamsu 8-10.
2.   Faktor Eksternal, faktor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana individu (anak) itu hidup, yaitu keluarga, sekolah, dan masayarakat.[7]
a      Lingkungan keluarga, menurut Hurlock, keluarga merupakan Training Center dalam hal beragama. Imam Gazali: keluarga harus benar-benr mendidik anak.
b      Lingkungan sekolah, menurut Imam Gazali yang dikutip oleh Dr Syamsu yusuf dalam buku Psikologi Belajar Agama hal 39 menyebutkan bahwa penyembuh badan harus bisa disembuhkan oleh seorang dokter, karena dokterlah yang mengetahui tabi’at atau karakter badan, kebodohan dokter bisa berakibat fatal pada badan. Begitupun dengan penyembuh karakter atau akhlak bisa disembuhkan oleh pendidik karena pendidiklah yang mengetahui karekter tabi’at. Sedangkan menurut Hurlock bahwa sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan substitusi dari orang tua.[8]
c      Lingkungan Masyarakat, maksudnya interaksi social dengan masyarakat bisa memengaruhi sikap beragama anak, anak yang bergaul dengan lingkungan yang buruk, ini berdampak pada nilai religusitas anak.
Faktor-faktor diatas harus menuju pada kesholihan anak, kesolihan anak merujuk pada empat jenis kesholihan yakni:[9]
1)   Sholihul Qolbi : Kesholehan hati
2)   Sholihul Aqli               : Kesholehan akal.
3)   Sholihul Amali            : Kesholehan perbuatan
4)   Sholihul Jasadi            : Kesholehan badan.

E.        Aspek-Aspek Psikologis dalam Proses Pembelajaran
Aspek psikologis pembelajaran yaitu sudut pandang kejiwaan dalam proses pembelajaran yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku, baik perilaku Kognitif, Apektif, dan Psikomotor yang terjadi didalam diri individu.
Aspek-aspek psikologis tersebut diantaranya:
1.  Aspek pengarahan
2.  Aspek Motivasi
3.  Aspek perkembangan sikap
4.  Aspek Tekhnik
5.  Aspek pribadi.
Kelima aspek diatas diharapkan akan menghasilkan manusia yang mempunyai karakteristik:
a      Pribadi yang mandiri.
b      Pelajar yang efektif.
c      Pekerja yang Produktif.
d     Anggota Masyarakat yang baik.

F.        Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa bayi, kanak-kanak dan masa anak.
1.    Aktualisasi fitrah beragama pada masa bayi, manusia pada hakikatnya memiliki kecenderungan untuk beragama khususnya agama Islam. Hal ini sesuai dengan dengan firman Alloh dalam Qs Al A’rof 172 dan hadits dari abu Hurairoh. Hal ini berbanding terbalik dengan teori Tabularasa yang dikatakan oleh John locke. John Locke (1632-1704), tokoh empirisme yang pertama, mengatakan bahwa jiwa manusia waktu lahir adalah putih bersih bagaikan kertas yang belum ditulisi atau bagaikan ”tabularasa” (arti harfiahnya: papan lilin). Akan menjadi apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman apakah yang akan mengisi tabula rasa tersebut.[10] Padahal pada hakikatnya, bayi yang masih dalam kandungan sudah memiliki kecenderungan bergama Islam. Setelah lahir, bayi bisa berkembang sesuai dengan didikan dari orangtua dan lingkungannya. Maka disini peranan orang tua sangat menentukan, karena menyangkut perkembangan anak. Perkembangan dasar ini harus diberi nilai-nilai agama. Sedangkan menurut Arnold Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan.[11]
Perkembangan anak dalam aspek bahasa dapat dijadikan dasar oleh orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama melalui kegiatan-kegiatan berikut:[12]
a      Mengenalkn konsep-konsep atau nilai-nilai agama kepada anak melalui bahasa, seperti mengenalkan lafadz-lafadz (ucapan) yang baik dari agama, seperti lafad Alloh, bismillah, alhamdulillah, subhaanalloh, Allohu Akbar.
b      Memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.

2.    Aktualisasi fitrah beragama pada masa pra sekolah (3-5 tahun), zakiah darajat mengemukakan bahwa masa pra sekolah (usia taman kanak-kanak) merupakan masa yang paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui pendidikan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan orang tua dan guru taman kanak, akan mewarnai pertumbuhan agama pada anak. [13]  kesadaran anak dalam beragama ditandai dengan ciri-ciri:
a     Sikap keagamaan masih bersifat Reseptif (menerima) meskipun sudah banyak bertanya.
b    Pandangan keTuhanannya bersifat Anthropermorph (dipersonifikasikan) menyerupakan.
c     Penghayatan secara Rohaniah masih superspesial (belum mendalam masih dipermukaan).
d    Hal Ketuhanan dipahamkan secara indo synctic.

3.   Aktualisasi fitrah beragama pada masa anak usia 6-13 tahun, pada masa ini kesadaran anak ditandai dengan ciri-ciri: [14]
a     Sikap keagamaan masih bersifat reseptif, namun disertai dengan pengertian.
b    Pemahaman ketuhanan diperolehnya secara Rasional.
c     Penghayatan secara Rohaniah semakin mendalam.

G.       Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa Remaja dan dewasa.
Remaja merupakan starting point pemberlakuan Hukum Syar’I oleh karena itu, remaja sudah seharusnya melaksanakan nilai-nilai atau ajaran agama dalam kehudupannya.[15] Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat yaitu dengan mulai tumbuhnya cirri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks. Pertumbuhan fisik yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan lahirnya kegoncangan emosi kecemasan dan kegundahan.
Faktor-faktor yang memengaruhi minat keagamaan pada masa dewasa dini:[16]
1.  Seks: Wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria.
2.  Kelas Sosial: Golongan menengah sebagai kelompok, lebih tertarik kepada agama dibandingkan dengan golongan kelas yang lebig tinggi atau yang lebih rendah; Orang-orang dewasa yang ingin terpandang dalam masyarakat lebih giat dalam organisasi-organisasi keagamaan disbanding dengan orang-orang yang sudah puas dengan status mereka.
3.  Lokasi tempat tinggal: Orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaan dan dipinggir kota menunjukan minat yang lebih besar kepada agama daripada orang yang tinggal ke kota.
4.  Latar Belakang keluarga: Orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang erat beragam dan menjadi anggota suatu gereja cenderung lebih tertarik kepada agama dari pada orang-orang yang dibesarkan dalam keluarga yang jurang peduli pada agama.





[1] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar edisi II hal.1
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar edisi II hal 12
[3] KH Aceng Zakariya, Al Hidayah,jilid I hal 1
[4] Prof. Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, hal 18
[5] Drs Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, edisi II hal 24
[6]  Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 32
[7]  Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 34
[8]  Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 39
[9] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 44
[10] Drs Abu Ahmadi,Psikologi umum, hal 206
[11] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 45
[12] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 45
[13] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 47
[14] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 51
[15] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 53
[16] Elizabeth B Hurlock, Psikologi perkembangan edisi 5 hal 258

1 komentar: