Psikologi Belajar Agama
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Belajar Agama.
Ditinjau dari segi bahasa, Psikologi Belajar Agama terdiri dari 3 suku kata, yakni Psikologi, Belajar, dan Agama.
Psikologi
menurut bahasa artinya Ilmu Jiwa sedangkan menurut istilah psikologi
adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior)[1].
Sedangkan pengertian belajar menurut James O whittaker yang dikutip
oleh Syaiful bahri menyebutkan bahwa belajar sebagai proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[2]
Sedangkan pengertian agama adalah apa-apa yang telah ditentukan Alloh
dalam kitabNya yang bijaksana dan sunnah nabi Nya yang sohih, baik
berupa perintah, larangan, maupun petunjuk untuk kemaslahatan manusia di
dunia dan akhirat.[3]
Jadi kalau kita terjemahkan secara keseluruhan Psikologi Belajar Agama
adalah ilmu tentang kejiwaan yang berkaitan erat dengan individu dalam
hal belajar terutama tentang keagamaan.
Ruang lingkup psikologi Belajar Agama adalah sebagai berikut:
1. Psikologi Perkembangan
2. Psikologi Sosial
3. Psikologi Pendidikan
4. Psikologi kepribadian dan Tifologi
5. Psikopatologi
6. Psikologi Kriminal
7. Psikologi Perusahaan.
Psikologi
belajar agama tidak akan lepas dari Psikologi-psikologi yang lain,
karena pada hakikatnya belajar agama, menjadi fitrah dari setiap
individu yang menunjang kehidupan vertical dengan Tuhan dan Horizontal
dengan sesama makhluk.
B. Hakikat Hidup Beragama dari Segi Kejiwaan
Setiap
individu pasti memiliki kecenderungan untuk bertuhan. Bahkan seorang
Atheis. Seorang Atheis meyakini bahwa didunia ini tidak ada yang namanya
tuhan. Maka atas dasar itulah, bahwa tuhan mereka adalah keyakinan
bahwa Tuhan itu tidak ada. Jadi pada hakikatnya manusia memiliki
kecenderungan untuk beragama. Aspek-aspek kejiwaan yang berkembang dalam
diri seorang muslim, sebagai dampak dari agama Islam yang dianutnya,
dapat dijelaskan sebagai berikut:[4]
1. Pemahaman tentang jati diri sebagai makhluk.
2. Pemahaman tentang tujuan Hidup.
3. Pemahaman tentang Tugas dan Fungsi Hidup
4. Pemahaman Bahwa hidup ini adalah ujian
5. Pemahaman Tentang potensi Ruhaniah, dan kiar-kiat Pengelolaannya.
6. Kesadaran Mengendalikan Diri (Self Control)
7. Komitmen bagi Kesejahteraan Umat manusia.
8. Ketenangan batin.
C. Teori-Teori Belajar
Ada
beberapa teori-teori dalam belajar diantaranya: teori Konektionisme,
teori ini dikemukakan oleh Thorndike. Dalam teori ini ada tiga hukum
belajar yang utama yakni:[5]
1. Hukum
efek: Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons
memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Tercapainya keadaan
yang memuaskan akan memperkuat antar stimulus dan respons.
2. Hukum
Latihan: Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah “
Latihan menjadi sempurna” dengan kata lain, pengalaman yang
diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons ( tanggapan)
yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai
keadaan yang memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3. Hukum kesiapan: memberikan respons subjek harus siap dan disiapkan.
Sedangkan
menurut Clarl Hull bahwa belajar tidak akan terjadi kecuali suatu
dorongan kebutuhan. Dorongan itu tidak perlu dihilangkan seluruhnya
hanya dikurangi. Belajar akan maju lebih cepat dengan langkah-langkah
dalam ukuran yang tidak khusus. Sedangkan menurut B.F Skiner bahwa
ketiga teori diatas terletak pentingnya motivasi dalam belajar, motivasi
itu penting untuk memperkuat stimulus dan respons.
Selain itu, ada beberapa teori Belajar lainnya, selain dari teori-teori diatas yakni:
a Teori Konstruksionisme: Guru sebagai Fasilitator, murid yang menyusun dan membangun belajar mengajar.
b Teori
Behaviorisme: Teori dimana jiwa manusia bisa dilihat dari tingkah laku.
Teori ini cenderung dengan manusia disamakan dengan binatang.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Jiwa Beragama
Faktor-faktor
yang memengaruhi jiwa beragama terbagi dua yakni faktor Internal
(fitrah, potensi beragama) dan faktor Eksternal (lingkungan).[6]
1. Faktor
Internal yang meliputi Fitrah, karena pada hakikatnya, manusia sejak
lahir sudah memiliki kecenderungan BerTuhan.Hal ini tercantum dalam QS
Al Araf 172, Arruum 30, QS AsSyamsu 8-10.
2. Faktor
Eksternal, faktor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana
individu (anak) itu hidup, yaitu keluarga, sekolah, dan masayarakat.[7]
a Lingkungan keluarga, menurut Hurlock, keluarga merupakan Training Center dalam hal beragama. Imam Gazali: keluarga harus benar-benr mendidik anak.
b Lingkungan
sekolah, menurut Imam Gazali yang dikutip oleh Dr Syamsu yusuf dalam
buku Psikologi Belajar Agama hal 39 menyebutkan bahwa penyembuh badan
harus bisa disembuhkan oleh seorang dokter, karena dokterlah yang
mengetahui tabi’at atau karakter badan, kebodohan dokter bisa berakibat
fatal pada badan. Begitupun dengan penyembuh karakter atau akhlak bisa
disembuhkan oleh pendidik karena pendidiklah yang mengetahui karekter
tabi’at. Sedangkan menurut Hurlock bahwa sekolah mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan
substitusi dari orang tua.[8]
c Lingkungan
Masyarakat, maksudnya interaksi social dengan masyarakat bisa
memengaruhi sikap beragama anak, anak yang bergaul dengan lingkungan
yang buruk, ini berdampak pada nilai religusitas anak.
Faktor-faktor diatas harus menuju pada kesholihan anak, kesolihan anak merujuk pada empat jenis kesholihan yakni:[9]
1) Sholihul Qolbi : Kesholehan hati
2) Sholihul Aqli : Kesholehan akal.
3) Sholihul Amali : Kesholehan perbuatan
4) Sholihul Jasadi : Kesholehan badan.
E. Aspek-Aspek Psikologis dalam Proses Pembelajaran
Aspek
psikologis pembelajaran yaitu sudut pandang kejiwaan dalam proses
pembelajaran yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan
perilaku, baik perilaku Kognitif, Apektif, dan Psikomotor yang terjadi
didalam diri individu.
Aspek-aspek psikologis tersebut diantaranya:
1. Aspek pengarahan
2. Aspek Motivasi
3. Aspek perkembangan sikap
4. Aspek Tekhnik
5. Aspek pribadi.
Kelima aspek diatas diharapkan akan menghasilkan manusia yang mempunyai karakteristik:
a Pribadi yang mandiri.
b Pelajar yang efektif.
c Pekerja yang Produktif.
d Anggota Masyarakat yang baik.
F. Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa bayi, kanak-kanak dan masa anak.
1. Aktualisasi
fitrah beragama pada masa bayi, manusia pada hakikatnya memiliki
kecenderungan untuk beragama khususnya agama Islam. Hal ini sesuai
dengan dengan firman Alloh dalam Qs Al A’rof 172 dan hadits dari abu
Hurairoh. Hal ini berbanding terbalik dengan teori Tabularasa yang
dikatakan oleh John locke. John Locke (1632-1704), tokoh empirisme yang
pertama, mengatakan bahwa jiwa manusia waktu lahir adalah putih bersih
bagaikan kertas yang belum ditulisi atau bagaikan ”tabularasa” (arti
harfiahnya: papan lilin). Akan menjadi apakah orang itu kelak,
sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman apakah yang akan
mengisi tabula rasa tersebut.[10] Padahal pada hakikatnya, bayi yang masih dalam kandungan sudah memiliki kecenderungan bergama
Islam. Setelah lahir, bayi bisa berkembang sesuai dengan didikan dari
orangtua dan lingkungannya. Maka disini peranan orang tua sangat
menentukan, karena menyangkut perkembangan anak. Perkembangan dasar ini
harus diberi nilai-nilai agama. Sedangkan menurut Arnold Gessel, anak
pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan.[11]
Perkembangan
anak dalam aspek bahasa dapat dijadikan dasar oleh orang tua untuk
menanamkan nilai-nilai agama melalui kegiatan-kegiatan berikut:[12]
a Mengenalkn
konsep-konsep atau nilai-nilai agama kepada anak melalui bahasa,
seperti mengenalkan lafadz-lafadz (ucapan) yang baik dari agama, seperti
lafad Alloh, bismillah, alhamdulillah, subhaanalloh, Allohu Akbar.
b Memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.
2. Aktualisasi
fitrah beragama pada masa pra sekolah (3-5 tahun), zakiah darajat
mengemukakan bahwa masa pra sekolah (usia taman kanak-kanak) merupakan
masa yang paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur
penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui
pendidikan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan orang tua
dan guru taman kanak, akan mewarnai pertumbuhan agama pada anak. [13] kesadaran anak dalam beragama ditandai dengan ciri-ciri:
a Sikap keagamaan masih bersifat Reseptif (menerima) meskipun sudah banyak bertanya.
b Pandangan keTuhanannya bersifat Anthropermorph (dipersonifikasikan) menyerupakan.
c Penghayatan secara Rohaniah masih superspesial (belum mendalam masih dipermukaan).
d Hal Ketuhanan dipahamkan secara indo synctic.
3. Aktualisasi fitrah beragama pada masa anak usia 6-13 tahun, pada masa ini kesadaran anak ditandai dengan ciri-ciri: [14]
a Sikap keagamaan masih bersifat reseptif, namun disertai dengan pengertian.
b Pemahaman ketuhanan diperolehnya secara Rasional.
c Penghayatan secara Rohaniah semakin mendalam.
G. Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa Remaja dan dewasa.
Remaja
merupakan starting point pemberlakuan Hukum Syar’I oleh karena itu,
remaja sudah seharusnya melaksanakan nilai-nilai atau ajaran agama dalam
kehudupannya.[15]
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat yaitu dengan mulai
tumbuhnya cirri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya
organ-organ seks. Pertumbuhan fisik yang terkait dengan seksual ini
mengakibatkan lahirnya kegoncangan emosi kecemasan dan kegundahan.
Faktor-faktor yang memengaruhi minat keagamaan pada masa dewasa dini:[16]
1. Seks: Wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria.
2. Kelas
Sosial: Golongan menengah sebagai kelompok, lebih tertarik kepada agama
dibandingkan dengan golongan kelas yang lebig tinggi atau yang lebih
rendah; Orang-orang dewasa yang ingin terpandang dalam masyarakat lebih
giat dalam organisasi-organisasi keagamaan disbanding dengan orang-orang
yang sudah puas dengan status mereka.
3. Lokasi tempat tinggal: Orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaan dan dipinggir kota menunjukan minat yang lebih besar kepada agama daripada orang yang tinggal ke kota.
4. Latar
Belakang keluarga: Orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga
yang erat beragam dan menjadi anggota suatu gereja cenderung lebih
tertarik kepada agama dari pada orang-orang yang dibesarkan dalam
keluarga yang jurang peduli pada agama.
[1] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar edisi II hal.1
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar edisi II hal 12
[3] KH Aceng Zakariya, Al Hidayah,jilid I hal 1
[4] Prof. Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, hal 18
[5] Drs Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, edisi II hal 24
[6] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 32
[7] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 34
[8] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 39
[9] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 44
[10] Drs Abu Ahmadi,Psikologi umum, hal 206
[11] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 45
[12] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 45
[13] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 47
[14] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 51
[15] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 53
[16] Elizabeth B Hurlock, Psikologi perkembangan edisi 5 hal 258
Agen Judi Online
BalasHapusAgen Judi
Agen Judi Terpercaya
Agen Bola
Bandar Judi
Bandar Bola
Agen SBOBET
Agen Casino
Agen Poker
Agen IBCBET
Agen Asia77
Agen Bola Tangkas
Prediksi Skor
Prediksi Skor UTRECHT VS FC TWENTE 1 November 2015
Prediksi Skor BOLOGNA VS ATALANTA 1 November 2015