alam
rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran
memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya
sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang
dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan
memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah
satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS
34:24-25. Kalaupun non Muslim memahami ucapan “Selamat Natal” sesuai
dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang memahami
akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya.
Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.
Tidak kelirulah, dalam kacamata ini,
fatwa dan larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka yang
dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang
membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap
terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan
keharmonisan hubungan.
[Sumber: MEMBUMIKAN AL-QURAN, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Dr. M. Quraish Shihab].
Lepas dari pro-kontra (pada kalangan
Islam) tersebut, KH Dr. Nuril Arifin justru melakukan sesuatu, yang
mungkin saja pertama kali di dunia. KH Nurul Arifin menerima undangan
dari Pendeta dan Gembala Sidang Gereja Bethany Tayu, Pati - Jawa Tengah;
bukan sekedar hadir, namun sebagai salah satu pembicara atau
penceramah.
KH Nurul Arifin memberikan ceramah
yang membangun hubungan antar iman umat beragama, yang di dalam
merupakan kesatuan dan kekuatan untuk membangun bangsa dan negara, (klik
gambar di bawah untuk tonton vidio).
0 komentar:
Posting Komentar